Rabu, 27 April 2011

ILMU ILAL AL-HADIST DAN HADIST MU’ALLAL

A.Definisi
Ilmu ilal al-hadist berasal dari kata illat, yang mana secara etimologi kata illat berarti “al maradh” (penyakit).Sedangkan secara terminologi kata illat menurut para muhadditsin yaitu: “suatu sebab yang tersembunyi yang dapat membuat cacat suatu hadist meski secara lahiriyah dapat terhindar darinya”
Kesimpulannya ilmu ilal al-hadist adalah: ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang samar samar lagi tersembunyi dari segi membuat kecacatan suatu hadist.Seperti memutthasilkan (menganggap bersambung) sanad suatu hadist yang sebenarnya sanad itu munqhati’ (terputus), merofa’kan (mengangkat sampai kepada nabi) berita yang mauquf (yang berakhir kepada sahabat), menyisipkan suatu hadist yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya atau lain sebagainya.
Sedangkan hadist-hadist yang terkena illat atau yang berillat disebut dengan hadist muallal (ma’lul).
B. Macam-macam illat hadist
Menurut Al hakim Abu Abdillah illat hadist dibagi menjadi 10 yaitu:
1. Me-mutthashilkan sanad hadist yang munqhoti’.
2. Me marfu’kan hadist yang mursal.
Contoh: hadist Qaishah bin Uqbah bersanad Sufyan Khalid bin Kazdzda’i, Ashim dan Abu Qilabah yang diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi:
ارحمم امتيي بامتي ابوو بكر وواشدهم في امرر الله عمرواصددقهم حياءعثمان واقراهم لكتاباللهااببي بن كعب واقررضهم زيد بن ثابت واعلمهم بالحلال والحرام معاذ ابن جبل
“Sekasih-kasih ummatku terhadap ummatku adalah Abu Bakar, sekeras keras ummat dalam melakukan ketentuan Allah adalah Umar, sebenar-benar ummat yang pemalu adalah Utsman, sefasih-fasih orang untuk membaca kitab Allah adalah Ubay ibn Ka’ab, sepintar-pintar orang dalam ilmu faro’idh adalah Zaid ibn Stabit dan sepandai-pandai orang dalam hal halal dan haram adalah Muadz ibn Jabal”
Seorang perawi yang bernama Habisyah dia mengaku menerima hadist dari Sufyan dari Khalid al Hadzdza’i dari Ashim dari Abu Kilabah dan yang terakhir dia mengatakan menerima dari Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi sebenarnya yang menerima hadist ini adalah sahabat Anas bin Malik r.a yaitu: dari Atturmudzi mentakhrijkan melalui sanad-sanad Sufyan bin Waki’, Humad bin Abdurrahman, Dawud al-Athar, Ma’mar, Qotadah dan Anas bin Malik r.a. jelaslah sekarang sahabat Abu Qilabah menggugurksn (mengirsalakan) sahabat Anas bin Malik r.a.
3. Mensyadzkan hadist yang mahfudh.
Contoh: hadist Musa bin Uqbah yang diterima dari Abu Ishaq dari Burdah dari ayahnya, yaitu abu Musa al asy’ari.
انه ليغان علي قلبي واني للاستغفرالله في اليوم مماءة مراة
“Sesungghnya hatiku telah terpesona dan dalam keadaan yang demikan itu sungguh aku meminta ampun kepada Allah dalam waktu sehari (saja) seratus kali.”
Hadist ini ditakhrij oleh Musa bin Uqbah yang bersanad Abi Ishaq, Abu Burdah dan ayahnya, yaitu abu Musa al asy’ari r.a adalah syadz.
Akan tetapi setelah diadakan penelitian menunjukkan bahwa Imam Muslim mentakhrij hadist tersebut melalui sanad-sanad Yahya bin Yahya dan Qutaibah dari Hammad bin Zaid, dari Stabit, dari Abu Burdah dari al Gharr al Muzanny r.a dari Rasulullah SAW.
Jadi sangat jelas bahwasanya hadist Musa bin Uqbah adalah syadz dan hadist muslim adalah lebih stiqat (mahfudh).
4. Mewahamkan sanad yang mahfudh
Contoh: Hadist yang di takhrij oleh Al asykari yang bersanad Zuhair bin Muhammad, Usman bin Sulaiman dari ayahnya yang mengatakan:
انه سمع رسول الله صلي لله عليه وسلم يقرافي المغرب بالطور
Bahwa ia mendengar Rasulullah SAW membaca surat At thur pada waktu shalat maghrib.
Adapun hadist ini di takhrij oleh Al asykari dengan sanad Zuhair bin Muhammad. Usman bin Sulaiman dari ayahnya.
Sedangkan menurut para Muhadditsin sahabat yang meriwayatkan hadist ini adalah Jubair bin Muth’im.
Imam Bukhari mentakhrij hadist Jubair bin Muth’im melalui sanad sanad: Abdullah bin Yunus, Malik, Ibnu Syihab, Muhammad bin Jubair bin Muth’im.
Nyatalah sekarang karena Sulaiman adalah seorang tabi’iy, dia tidak mungkin mendengar langsung dari Rasulullah tanpa seorang sahabat yang hidup sezaman dan bertemu dengan Rasulullah.
5. Meriwayatkan secara an’anah suatu hadist yang sanadnya telah digugurkan seorang atau beberapa orang
Contoh: Hadist yang diriwayatkan melalui Yunus dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husain dari seorang laki laki Anshar yang mengatakan:
انهم كانو مع رسو ل الله صللي الله عليه وسلم ذات ليلة فرمى بنجم فاستنار
“Konon orang-orang Anshar besama-sama dengan Rasulullah SAW pada suatu malam, tiba tiba beliau kejatuhan bintang (melihat bintang jatuh), hingga kesilauan”.
Hadist yang melalui periwayatan Yunus yang diterima dari Ibnu Shihab dari Ali bin Al Husain yang mengatakan bahwa Ali menerimanya dari orang Anshar ini adalah ma’lul.
Dalam hadits ini terdapat illat yaitu: Yunus mengugurkan seorang sanad yaitu, Ibnu Abbas r.a kemudian dia meriwayatkan menggunakan kata “an” (dari). Padahal sebenarnya hadist tersebut diriwayatkan oleh seorang sahabat Ibnu Abbas r.a
6. Melawani pengisnadan rawi yang lebih stiqah.
Contoh: Hadist Umar bin Khattab r.a yang bertanya kepada rasulullah SAW ujarnya:
يارسول الله ما لك افصحنا
“Wahai Rasulullah, apakah engkau mempunyai sesuatu yang dapat menfasihkan kami?..... Dan seterusnya
Hadist ini diriwayatkan oleh orang orang yang stiqah dari Ali bin Alhusain bin Waqid dari ayahnya (waqid) dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Umar bin Khattab r.a. hadist ini adalah hadist mahfudh yang dilawani sanadnya
Sedangkan hadist yang diriwayatkan Ali bin Khasyram dari Ali bin al Husain bin Waqib dari Umar bin Khattab r.a adalah hadist yang ma’lul. Illatnya terletak pada Ali bin al Khasyram yang menyandarkan periwayatannya dengan mengatakan “Haddatsanaali bin al Husain bin Waqid, ballaghany an Umar bin Khattab r.a (telah bercerita kepadaku Ali bin al Husain bin Waqid, telah sampai kepadaku dari Umar)” kata haddasana itu mberikan pemahaman kepada kita kepastian pertemuan antara rawi dengan guru.
7. Mentadhlish syuyukhkan hadist yang mahfudh.
Contoh: Hadist Abu Dawud yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah r.a yang diriwayatkan secara marfu’.
المؤمن غر كريم والفاجر خب لءيم
“Orang mu’min itu adalah orang yang mulia lagi dermawan, sedang orang fasik itu adalah perusak yang pemberani”
Hadist Abu Dawud yang bersanad: Nasir bin Ali, Abu Ahmad, Sufyan dan Abu Hurairah r.a adalah ma’lul, karena di dalam sanadnya terdapat seorang laki laki yang tidak di sebut namanya (mubham) sehingga sulit untuk di ketahui identiasnya.
8. Mentadlish isnadkan hadist yang mahfudh.
Contoh:
كان رسول الله صلي الله عليه وسلم اذا افطر عند قوم قال لهم:افطر عندكم الصاءمون واكل كعامكم الابرار وتنزلت الملا ءكة

Konon Rasulullah saw bila berbuka disisi suatu kaum beliau bersabda kepada mereka: “Disampingmu, orang orang yang berpuasa ikut berbuka, orang orang yang baik ikut menikmati makananmu dan para Malaikat pembawa rahmat turun menyampaikan rahmat”.
Illat yang terdapat pada hadist ini adalah pada Yahya bin Katsir, sebenarnya ia mendengar dari orang Bashrah yang bernama Amr bin Zabib . Meskipun Yahya bin Katsir banyak meriwayatkan hadist dari Anas bin Malik namun hadist ini tidak ia terima Anas bin Malik.Pembajakan pemberitan inilah yang menjadikan cacat hadist itu.
9. Mengisnadkan secara waham suatu hadist yang sudah musnad.
Contoh:
كان رسول الله صليي لله عليه وسلم اذا افتتح الصلاة قال سبحانك اللهم وبحمدك تبارك اسمك وتعالي جدك ولاا اله غيرك
Konon Rasulullah saw bila membaca iftitah (do’a antara takbiratul ihram dengan bacaan Al fatihah) membaca maha suci engkau dan dengan pujian-Mu aku menyucikan engkau, yang maha memberkahi nama-Mu, maha tinggi keagungan-Mu dan tiada tuhan sekain engkau.”
Hadist ini sudah mempunyai sanad tertentu akan tetapi salah seorang rawinya meriwayatkan hadist tersebut dari dari sanad lain di luar sanad yang sudah tertentu itu secara waham (duga-duga).
10. Memauqufkan hadist yang marfu’ .
C. Ulama’ yang ahli dalam bidannya dan kitab-kitab ilal al-hadist.
Adapun kitab-kitab karangan ahli dalam bidang ilamu ilal al-hadist yaitu:
Kitab-kitab yang muncul sebelum abad IV antara lain:
1. At-tkarikh wal ilal, karya Imam Al-Hafidh Yahya bin Ma’an (253-233 H).
2. Ilalul hadist, karya Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
3. Al-musnadul-mu’allal, karya Al-Hafidh Ya’qub bin Syaibah as –Sudusy Al bashri (182-279 H).
4. Al-ilal, karya Imam Muhammad bin Isa At-Turmudzy (209-279 H).

Kemudian kitab-kitab ilalul hadist yang lahir sdudah abad tersebut yaitu:
1. Ilalul hadist, karya Al hafidh Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Razy (204-327 H). Kitab ini terdiri dari dua jilid dan dicetak di Mesir pada tahun 1343 H.
2. Al ilal Al waridhah fil Ahadistin nabawiyah, karya Al hafidh Ali bin Umar Ad Dharuquthi (306-375 H). Kitab ini sudah mencakup seluruh tulisan dalam ilmu ilalul hadist yang telah disusun oleh ulama-ulama yang mendahuluinya. Dan ini terdiri dari 12 jilid.
D. Cara mengetahui illat pada hadist
Untuk mengetahui illat dalam suatu hadist memang sangatlah sulit, orang yang mampu mengetahui hal ini hanyalah orang-orang yang benar-benar memiliki pemahaman yang sangat mendalan dan mempunyai hafalan yang kuat dan luas.Oleh sebab itu, Abdurrahman ibn Mahdy berkata ”mengetahui illat satu hadist menurutku lebih aku sukai dari pada menulis sepuluh hadist (yang tidak aku ketahui). Ibnu Shalah juga berkata” pengetahuan tentang illat-illat hadist merupakan ilmu yang paling agung, paling pelik dan paling mulia. Yang bisa mendalaminya hanyalah ahli hafalan, cermat dan pemahaman yang mendalam ”
Dalam meneliti dan menela’ah illat yang terdapat pada hadist kita harus melihat riwayat riwayat para perawi, kemampuannya dan keahliannya dalam meriwayatkan sebuah hadist.
Adapun illat yang terdapat dalam sebuah hadist terdapat pada dua bagian yaitu:
• Sanad
• Matan dan
• Sanad dan matan bersama-sama.

a. Illat yang terdapat pada sanad ini lebih banyak terjadi dari pada illat yang teredapat pada matan. Illat pada sanad ini kadang terjadi pada sanad saja dan ada pula yang perpengaruh pada matan, disebabkan oleh seorang rawinya.
b. Kemudian sebaliknya illat yang terdapat pada matan ini tidak sebanyak illat yang terdapat pada sanad. Ada hadist yang berillat pada sanad saja dan matannya tidak terdapat illat, akan tetapi hadist yang berillat pada matan pasti pada sanadnya juga terdapat illat karena disebabkan oleh rawi yang menyisipkan perkataannya pada matan tersebut.
c. Yang terakhir illat yang terdapat pada sanad danh matan sebuah hadist ini dapat berpengaruh dan mencacatkan sanad dan matan hadist.
E. Hukum meriwayatkannya
Hukum meriwayatkan hadist Muallal adalah sama dengan hadist mursal, hadist munqhoti’ dan hadist mauquf, karena hadist muallal mngirsalkan hadist yang mutthasil, mewashalkan hadist yang munqhati’ dan memauqufkan hadist yang marfu’.




























BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan yaitu:
• Ilmu ilal al hadist adalah: ilmu yang mempelajari cara-cara mengetahui cacat (illat) yang terdapat pada sebuah hadist.
• Macam-macam ilmu ilal al hadist yaitu:
1. Memauqufkan hadist yang marfu’
2. Mengisnadkan secara waham suatu hadist yang sudah musnad
3. Mentadlish isnadkan hadist yang mahfudh
4. Mentadhlish syuyukhkan hadist yang mahfudh
5. Melawani pengisnadan rawi yang lebih stiqah
6. Meriwayatkan secara an’anah suatu hadist yang sanadnya telah digugurkan seorang atau beberapa orang
7. Mewahamkan sanad yang mahfudh
8. Mensyadzkan hadist yang mahfudh
9. Me-mutthashilkan sanad hadist yang munqhoti’.
10. Me marfu’kan hadist yang mursal
• Illat yang terdapat pada hadist ada tiga bagian yaitu:
1. Pada sanad
2. Pada matan dan
3. Pada sanad dan matan
B. Saran dan do’a
Kami sangat menyadari bahwasanya makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharap dan membuka saran dan kritik bagi seluruh pembaca dengan tujuan mencapai kesempurnaan bersama.
Dan semoga makalah yang kami buat ini bermanfat dan barokah bagi kita semua amien amien ya rabbal alamien…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar