Jumat, 25 Februari 2011

Sejarah Oksidentalisme

Istilah oksidentalisme dipopulerkan oleh Dr. Hasan hanafi seorang pemikir dari Mesir dan juga penulis al yasar al Islam - islam kiri, Oksidentalisme adalah kebalikan (antonim) dari istilah oreantalisme yang dalam pengertian umum, orientalisme adalah suatu kajian komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Timur.

Yang disebut Timur meliputi kawasan yang luas, termasuk Timur Jauh (negara-negara Asia yang jauh dari Eropa, seperti Jepang dan Cina), Timur Dekat (negara-negara Asia yang dekat dengan Benua Eropa, seperti Turki), dan Timur Tengah (negara-negara Asia yang terletak di antara keduanya, seperti negara-negara Arab).

Setelah menjabarkan pengertian Oreantalisme, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengertian secara umum oksidentalisme adalah kajian kebaratan atau suatu kajian komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat. Dalam oksidentalisme, posisi subjek objek menjadi terbalik. Timur sebagai subjek pengkaji dan Barat sebagai objek kajian.

Walau istilah oksidentalisme adalah antonim dari Oreantalisme, tapi di sini ada perbedaan lain, oksidentalisme tidak memiliki tujuan hegemoni dan dominasi sebagaimana orientalisme. Tetapi, para oksidentalis hanya ingin merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan direbut Barat.

Latar belakang dan sejarah munculnya oksidentalisme

Berbicara tentang latar belakang dan sejarah munculnya oksidentalisme tidak bisa kita lewatkan begitu saja sejarah kecemerlangan peradaban islam dan masa kegelapan peradaban dunia barat. Sejarah telah mencatat era kecemerlangan dunia timur khususnya peradaban islam, bahkan peradaban keilmuan barat berhutang budi dengan peradaban keilmuan islam. Dan ini tidak bisa dipungkiri lagi, Kita ingat masa-masa kegelapan dunia barat sebelum masa kebangkitan, doktrin gereja sangat mendominasi dan mengekang kebebasan mereka dalam bertindak bahkan dalam berpikir, semuanya harus sejalan dengan ajaran gereja yang menjadikan bangsa barat terbelakang dari peradaban lainya. Peradaban islam waktu itu sangat bertolak belakang dengan peradaban barat, peradaban islam sangat mencolok dan maju pesat bak anak panah, universalnya islam telah mengubah bangsa timur dari bangsa yang terbelakang dan primitif menjadi bangsa yang maju baik dari segi agama, pemerintahan-politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Keadaan ini membuat para pemikir dan cendikiawan barat (bisa disebut oreantalis masa awal) yang sudah bosan dengan doktrin gereja yang kadang tidak sesuai dengan nalar telah terinspirasi serta melirik peradaban islam dan mempelajarinya, mereka hijrah ke wilayah kekuasaan islam dan belajar dari ilmuan-ilmuan islam, maka lambat laun setidaknya dalam beberapa pereode telah merubah wajah barat dari kungkungan kegelapan.

Ketika bangsa Barat mulai bangkit dari keterbelakangan mereka (renaissance), setelah belajar dari dunia timur khususnya peradaban islam, dunia islam mulai keropos, sedikit demi sedikit dan terus terpuruk disebabkan pemimpin-pemimpin islam yang lemah, setelah peradaban islam dihancur-ludeskan oleh pasukan Tartar (bangsa Mongol). Maka barat semakin menunjukkan jayanya dan terus berkembang hingga abad ini. Dari sini muncul tokoh-tokoh oreantalis (pengkaji peradaban ketimuran) yang dengan seiring perjalanan waktu telah berubah menjadi suatu kajian yang bukan hanya mempelajari keilmuan peradaban timur tapi semua yang terkait dengan ketimuran termasuk bagaimana cara menguasai dunia timur (islam) dan penjajahan.

Dalam sejumlah karya orientalis, yang lebih banyak ditonjolkan ialah unggulnya orang-orang Barat serta mengerdilnya segala yang terkait dengan Timur khususnya islam. Mereka senantiasa mengemukakan orang-orang Timur tidak berbudaya, bodoh, keras, kasar, dan tidak punya potensi, untuk membuktikan ini para oreantalis telah mendistorsi sejarah dan mengagungkan kemajuan peradaban mereka serta menghilangkan jejak bahwa mereka pernah belajar dari Timur (islam). Misalnya mereka (oreantalis) telah membaratkan nama seorang tokoh ilmuan islam seperti Ibnu Sina menjadi Avecina, Ibnu Rusd menjadi Averos dan sebagainya.

Atas dasar itu, muncul kesadaran baru di dunia Timur (pemikir dan pembaharu islam) bahwa selama ini mereka dibodohi kajian-kajian ketimuran (orientalisme) itu. Lahirlah apa yang disebut kajian kebaratan atau yang dikenal dengan istilah oksidentalisme. Menurut hemat penulis kajian ini adalah upaya untuk menandingi oreantalisme dan merebut kembali ego Timur yang telah direbut oleh Barat.

Tokoh-tokoh oksidentalisme
Dalam kajian ini penulis akan sebutkan beberapa tokoh oksidentalisme yang mayoritas mereka adalah pemikir dan tokoh pembaharu islam.

1. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat Al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.

2. Dr. Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.

3. Sheikh Muhammad Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H.; Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah Saw.

4. Dr. Muhammad Imarah
Muhammad Imarah atau Amarah lahir di Desa Sharwah-Qalain Propinsi Kafr Al-Syaikh Mesir, seorang intelektual kelas kakap di Tanah Arab. Responnya yang cukup antusias pada dunia akademis, terutama dalam menyikapi tren pemikiran Islam, telah mengibarkan namanya dalam dunia pendidikan dan pemikiran Islam kontemporer.

5. Dr. Hasan Hanafi
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.

6. Nurcholish Madjid.M.A
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore); Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang; KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo; IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).

7. Adian Husaini, M.A.
Lahir Bojonegoro, 17 Desember 1965 adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah.

Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh oksidentalisme lain yang penulis tidak sebutkan di sini, karna nanti akan membuat tulisan ini terlalu panjang dan membosankan pembaca.

Motif di balik Kajian Oksidentalisme
Sebagaimana kita singgung di atas bahwa kajian oksidentalisme adalah kebalikan dari kajian oreantalisme, upaya untuk menanggulangi oreantalisme, Merebut kembali ego timur yang direbut oleh barat dan selama ini barat dipandang sangat mendominasi dalam kajian ketimuran khususnya kajian ke-islaman. Bahkan, di era kolonial, orientalisme dianggap sebagai senjata untuk menundukan bangsa-bangsa timur. Hal inilah yang membangkitkan kekesalan Edward Said dengan menulis buku “orientalism” . Dia mengkritik bahwa kajian barat atas timur kurang lebih bertujuan politis ketimbang ilmiah.

Dalam pemikiran dunia timur, “karena trauma sejarah akibat kolonialisme”, ada suatu perasaan curiga terhadap kajian-kajian oreantalisme bahwa kajian yang mereka lakukan memiliki motif-motif terselubung, bahkan, terkesan mengerdilkan semua yang berbau timur, walaupun ada beberapa oreantalis yang objektif dalam mengkaji ketimuran.

Adanya perasangka atau tuduhan klise dari dunia timur yang tidak mendasar, seperti : Kebudayaan barat yang dekaden, individualistik dan Amoral.

Namun disisi lain dunia timur dibuat terpesona dengan kemajuan peradaban barat yang tiada henti serta anggapan timur bahwa mengadopsi kebudayaan barat adalah modernitas atau life styile. Dengan semangat oksidentalisme diharapkan dapat membantu atau menjembatani kebuntuan tersebut. Terpenting, motif di balik kajian oksidentalisme adalah untuk mempelajari akar kemajuan bangsa-bangsa barat, memfilternya dan menerapkanya di dunia timur hingga timur keluar dari keterbelakangannya. Selain itu Oksidentalisme diharapkan mampu menghilangkan kecurigaan yang tidak mendasar terhadap barat yang terus mengendap dipikiran orang timur.

Dampak positif dan negatif yang ditimbulkan akibat oksidentalisme

Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.

Menurut penulis dampak positif dan negatif akibat oksidentalisme tergantung pada pribadi oksidentalis itu sendiri. Seorang oksidentalis yang benar menurut penulis, ialah yang tidak terlalu terpengarah dengan kemajuan peradaban barat dan lantas mengadopsi apa saja yang yang diproduksi oleh barat, boleh mengambil dan meniru barat tetapi harus memfilternya dengan landasan islam dan iman. karena kalau tidak, akan menimbulkan semacam racun dalam masarakat timur khususnya ummat islam.

Islam yang universal, mengajarkan libralisme dalam berfikir, memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi dibatasi oleh dua pokok pondasi dasar yaitu Al-qur'an dan Assunnah, seagaimana ungkapan yang sering kita dengar “ kamu punya kebebasan tetapi kebebasanmu dibatasi oleh kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan libralisme yang didengung-dengungkan dan dianut oleh barat, yaitu libralisme tanpa batas, dan ini danger!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar