Oleh: Rifqi Fauzi**
“States are born and they die, but cultures like the mingled waters of different waves are never born as organisms nor die as organisms. Ancient Greece as a State died, but after its death a great deal of Greek culture spread far and wide and is still living as an important element in the cultures of Europe”. (M.M Sharif, M.A)[1]
Pendahuluan
Peradaban yang dalam bahasa arab di sebut tamadun, hadharah dan umran merupakan inti dari maju mundurnya suatu negara ataupun agama. Mesir kuno, Yunani kuno, Romawi kuno, China kuno, disebut sebagai Negara yang maju disebabkan mereka mempunyai perdaban yang maju. Malah ketika Negara mereka hancur, perdaban mereka terus bertahan dan bisa mempengaruhi perdaban-perdaban yang lain.
Islam sebagai suatu agama yang lahir melalui kerasulan nabi Muhammad s.a.w. membawa perdaban baru bagi dunia ini, sehingga Islam dalam waktu 23 tahun dapat mempengaruhi peradaban paganisme jahiliyah bangsa Arab, dilanjutkan pengaruhnya terhadap peradaban-perdaban lain oleh perjuanagan para sahabat dengan penyebaran agama Islam keseluruh penjuru jagat raya ini. Sehingga Samuel Huntington dalam tesisnya clash of civilization, menjadikan peradaban Islam sebagai ancaman terbesar bagi peradaban barat masa kini.

Sudah menjadi hukum alam jika suatu peradaban di dunia ini terpuruk, maka ia akan mengadopsi peradaban yang lebih maju. Islam yang mengalami masa kejayaan dari mulai akhir masa kekhalifahan bani Umayyah, dilanjutkan kemajuan pada masa kekhalifahan bani Abassiah dan mengalami kemunduran dengan runtuhnya kekhalifahan bani Utsmaniyyah oleh gerakan sekularisasi Kamel Ataturk di Turki. Harus mengakui bahwa di akhir abad 19 ini Islam banyak mengadopsi perdaban Barat sebagai satu langkah memejukan kembali peradabannya yang telah terpuruk. Sehingga di akhir abad 20 masehi ini umat Islam di banjiri dengan berbagai pergerakan, terutama pergerakan yang bersifat Ishlahiyah atau Ashriyah.
Ketika kekhalifahan dalam Islam runtuh, dari sanalah pertanda bahwa umat Islam dalam masa kemunduran, maka timbul tokoh-tokoh baru dalam dunia Islam seperti Rifaat at-Tahthawi, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rashid Ridha, Hassan al-Banna, Sayd Qutb dan lain-lain. Mereka mencoba untuk membangunkan kembali umat Islam dari tidurnya. Namun dari manakah pemikiran mereka datang?.
Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba mengulas kembali sejarah kejayaan umat Islam dan pengaruhnya terhadap renaissance Eropa, mencari penyebab mengapa renaissance tidak terjadi di umat Islam pada waktu itu serta menulusuri pengaruh renaissance Eropa terhadap berbagai pemikiran yang timbul dalam tubih umat Islam dewasa ini.
Renaissance Islam dan Kontribusinya Terhadap Renaissance Eropa
Selama ini banyak diantara muslimin yang melupakan sejarahnya sendiri, sehungga mereka hanya mengenal barat sebagai penggagas mutlak terjadinya revolusi ilmu pengetahuan di abad ke-17 M, padahal sepuluh abad sebelumnya umat Islam sudah mulai mempelajari ilmu pengetahuan.
Terbukti, pada akhir abad ke-7 M Khalid bin Yazid (cucu pertama dari khalifah Bani Umayyah) merupakan yang pertama dalam sejarah kekhalifahan umat Islam yang belajar Ilmu kesehatan kepada John (seorang ahli bahasa dari Alexandria) dan beliau juga belajar kimia kepada Marrinos dari Yunani.[2] Setelah itu di mulailah penerjemahan besar-besaran yang dilakukan pada zaman Bani Abassiyah. Perpustakaan Bait al-Hikmah yang didirikan oleh khalifah al-Ma’mun berisi para penerjemah yang terdiri dari orang Yahudi, Kristen dan para penyembah Bintang. Di antara para penerjemah yang cukup terkenal dengan produk terjemahannya itu adalah Yahya ibn al-Bitriq (wafat 200 H/ 815 M) yang banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran pemikir Yunani, seperti Kitab al-hayawan (buku tentang makhluk hidup) dan Timaeus karya Plato. Al-Hajjaj ibn Mathar yang hidup pada masa pemerintahan al-Ma’mun dan telah menerjemahkan buku Euklids ke dalam bahasaArab serta menafsirkan buku al-Majisti karya Ptolemaeus. Abd al-Masih ibn Na’imah al-Himsi (wafat 220 H/ 835 M) yang menerjemahkan buku Sophistica karya Aristoteles. Yuhana ibn Masawaih seorang dokter pandai dari Jundisapur (Wafat 242 H/ 857 M) yang kemudian diangkat oleh khalifah al-Ma’mun sebagai kepala perpustakaan bait al-hikmah, banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran klasik. Seorang penerjemah yang sangat terkenal karena banyak terjemahan yang dilahirkannya adalah Hunain ibn Ishaq al-Abadi yang merupakan seorang Kristen Nestorian (194-260 H/ 810-873 M).[3]
Selain Bait al-Hikmah, pada Awal 750 M Harun Ar-Rsyid mendirikan Observatorium di Damaskus didalamnya banyak ahli astronom Islam yang mengadakan penelitian dibidang Astronomi sehingga lahirlah para Astronom Islam seperti al-Farghani (850M), Ibnu Yunis (1009 M) dari Kairo, Al-Zarkali (1029-1087 M) dari Kordoba. Kemudian diatara ilmuan Muslim yang ahli dalam bidang Matematik adalah Al-Khawarizmi (835 M) Ibnu Abi Ubaidah (1007 M) dari Valencia dan lain-lain. Dalam bidang Kimia kita mengenal Muawiyyah, Ja`far Muhammad al-Shadiq (765 M), Jabir bin Hayyan (765 M) al-Razi dan lain-lain. Dalam bidang Fisika ada, Qutb al-Run al-Shirazi, Ibn al-haitham dan al-Biruni.[4] Dalam Ilmu Filsafat peripatetik[5] dapat kita lihat pada gejala Aristotelianisme. Para filsuf Islam yang masuk dalam kategori filsuf peripatetik diantaranya adalah Ibnu Bajjah (wafat 533 H/ 1138 M), Ibnu Tufail (wafat 581 H/ 1185 M) dan Ibnu Rushd (520-595 H/1126-1198 M). Dalam Filsafat iluminasi yang dalam bahasa Arab disebut dengan Hikmat al-Isyraq dapat kita ikuti jejaknya mulai dari al-Maqtul Syihab al-Din al-Suhrawardi. Ia lahir di Aleppo, Suriah pada 1154 dan dihukum mati oleh Shaladin pada 1191 atas tuduhan kafir seperti yang diklaim oleh para teolog dan fuqaha.[6]Dan terakhir tokoh Ilmu kalam Al-Ghazali dengan karya controversialnya Tahafut al-Falsafah.
Abad 13 M merupakan akhir dari pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, setelah itu kekacauan demi kekacauan terjadi dalam Islam, antara lain penjajahan bangsa Mongolia terhadap Islam pada tahun 1218-1268 dan meletusnya perang salib Konstatinopel Bizantium pada tahun 1204. Disusul Imprelialisme Perancis atas Timur tengah pada tanggal 19 Mei 1798 yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte dengan membawa 38.000 perajurit dan 400 kapal. Napoleon mendaratkan 4300 perajurit di Alexandria untuk merebut kota tersebut. Napoleon membangun kerajaan di Mesir kemudian ia membawa kaum intelektual dan bersamanya sebuah perpustakaan yang penuh dengan literature Eropa modern, Sebuah laboratrium ilmiah dan sebuah mesin cetak berhuruf Arab.[7] Kaum muslimin harus rela kehilangan kesejahtraan dalam hidupnya dan kehilangan berbagai cabang keilmuan akibat penjajahan yang menyedihkan. Sehingga mereka tidak bisa mengenbangkan kembali Ilmu Pengtahuan yang diwariskan para leluhurnya.
Kehancuran Otoritas Gereja dan Lahirnya Renaissance Eropa
Kristen yang mulai tersebar secara resmi tahun 328 M merupakan agama terbesar di dunia dengan jumlah penganut mencapai 1.965.993.000 pada tahun 1998 dan di perkirakan pada tahun 2025 akan naik menjadi 2.25 milyar [8]. Dibalik angka kuantitas yang menakjubkan, penganut agama yang di bawa oleh nabi Isa a.s. ini terdapat berbagai keracuan yang menjadikan para penganutnya hanya sebatas mengakui beragama Kristen akan tetapi tidak menjadikannya sebagai way of life.
Kerancuan yang ada dalam Kristen hampir terdapat disetiap batang tubuh Agama, Pertama, masalah ketuhanan Trinitas terpengaruhi oleh Filsafat Neo Platonis, Paganisme Mesir Kuno (Hores, Isis, Seroyes) dan Paganisme Rumania Kuno (Yupiter, Mars, Korneos). Kedua, Masalah syariat yang banyak dirubah dari ajaran aslinya, seperti khitan menjadi tidak ada, babi menjadi halal dan lain sebagainya, Ketiga, Kerahiban yang bertentangan dengan Fitrah manusia seperti tidak boleh nikah dan lain-lain. Keempat, Kapitalisme Pendeta yang banyak mempunyai hektaran tanah dan ratusan budak-budak. Kelima, Masalah Paulus. Dan yang paling inti dari terjadinya renaissance barat adalah Ketujuh, Pertentangan gereja dengan Ilmu Pengetahuan.
Dari kerancuan-kerancuan tersebut timbul kritikan dari para pengikutnya diataranya, Nicolaus Copernicus (1543 M)-seorang pendeta- mencetuskan teori Helio Centris. Teori tersebut menentang kebijakan gereja yang selama ini mempunyai faham filsafat Ptolemaeus yang mengatakan bahwa bumi sebagai pusat tata surya, Faham Copernicus lansung di bungkam oleh pihak gerja akan tetapi pihak gereja tidak memberikan hukuman terhadap Copernicus dikarenakan dia adalah seorang pendeta. Pihak gereja hanya melarang bukunya yang berjudul “De Revolutionibus“, tersebar dan memasukannya terhadap buku-buku Terlarang. Faham Helio Centris tidak padam begitu saja, pada tahun 1594 Gardano Bruno melakukan hal yang sama seperti perndahulunya Copernicus, akan teatapi dia bernasib lain, akibat teorinya dia harus mendekam di penjara selama enam tahun dan pada tahun 1600 M dihukum mati dengan dibakar hidup-hidup. Faham Helio Centris kemudian dikumandangkan kembali oleh fisikiawan Jerman Johannes Kapler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1642) dengan penemuan teleskop sederhana yang menjadikan dia (Galileo) harus di penjara hingga umur 70 tahun, kemudian dia bertobat dikarenakan ketakutan nasibnya akan sama dengan Bruno.
Pada Tahun 1642 bertepatan dengan meninggalnya Galileo lahirlah ilmuan baru Ishac Newton, seorang penemu teori Gravitasi Bumi, sehingga dengan penemuanya dia berhasil mendobrak kebodohan Gereja dan mengubah worldview baru bagi eropa dalam memahami agama.[9]New ton bukan saja menkritik gereja dalam masalah sains akan tetapi dia juga mengkritik teori Trinitas, seperti yang dikatakan dalam bukunya The Philosophical Origins of Gentile Theology, bahwa sebenarnya nabi Nuh telah membuat agama bebas tahayul dimana tidak ada kitab suci yang berisi wahyu-wahyu dan tidak ada lagi misteri , tapi Tuhan yang bisa dikenal melalui perenungan Rasional terhadap alam semesta.[10] Pada Tahun 1670 M dia mengumumkan bahwa ajaran trinitas dibawa oleh Athanasius untuk mencari muka orang-orang pagan yang baru masuk agama Kristen sekaligus Athanius sendiri yang memberikan tambahan-tanbahan terhadap Injil.[11] Sehingga Newton berakhir pada kesimpulan bahwa Tuhan bisa di capai oleh akal melalui perenungan alam semesta -seperti tokoh pendahulunya Rene Decrates- bukan melalui al-kitab.
Keruntuhan otoritas Gereja menjadikan bangsa Eropa terbagi menjadi dua aliran dalam memahami Agama, Pertama, Aliran Deisme, dimana aliran ini masih mempercayai akan adanya Tuhan tapi tidak mempercayai akan ayat-ayat tuhan. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Decrates (1596-1650 M), Martin Luther(1483-1556 M), Huldrych Zwingli (1483-1556 M), John Calvin (1509-1564 M), Ishac Newton (1642-1724 M), John Lock (1632-1704), Immanuel Khan (1724-1804 M) dan para pengikut-pengikut mereka seperti Calvinis (Pengikut John Calvin), Lutheran ( Pengikut Martin Luher). Diantara ajaran-ajarannya yang paling mendasar adalah: Pertama, Beriman kepada satu Tuhan yang disebut “Deus”[12] melalui kotemplasi akal baik melalui Mekanika (seperti Newton) atau Matematika (seperti Decrates). Kedua, Tidak mempercayai mitos wahyu, Ketiga, Tidak mempercayai mukjizat yang bersifat misterius dan bertentangan dengan akal sehat. Keempat, mempercayai Tuhan sebegai pencipta alam dari ketiadaan (Cratio ex nihilo). Kelima, membagi kehidupan kepada: Alam, Tuhan dan Akal.
Aliran Kedua, adalah Atheisme atau Materialisme, yang pertama meluncurkan gagasan ini adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831 M) dengan menyatakan dalam bukunya Phenomenology of Mind (1807 M) bahwa Roh Universal hanya bisa mencapai kesempurnaan jika ia menenggelamkan dirinya kedalam kondisi-kondis batas ruang dan waktu; Roh universal paling mungkin di wujudkan dalam pikiran manusia. Jadi, manusai juga harus mencampakan konsep lama tentang Tuhan transenden, supaya ia dapat memahami bahwa dirinya memiliki sifat Tuhan juga[13]. Selanjutnya gagasan secular Hegel dilanjutkan muridnya Ludwig Feuerbach (1804-1872 M) yang menyatakan bahwa agama dapat memisahkan manusia dari Tuhan, Tuhan itu sempurna sedangkan manusia tidak, Tuhan itu abadi sedangkan manusia fana, Tuhan itu maha kuasa sedangkan manusia lemah. Karl Marx (1818-1883 M), menulis dalam buku Economic and Philosophical Manuscript, bahwa agama merupakan gejala masyarakat yang sakit, agama adalah candu masyarakat yang bisa menerima system social yang ruksak. Agama menghilangkan keinginan untuk menemukan obat dengan mengalihkan perhatian dari dunia ini kepada akhirat. Ketidak percayaan atas Tuhan dibuktikan pula secara `Ilmiah` oleh Charles Darwin (1809-1882 M), dalam buku kontrofersinya The Origin of Species by Means Natural Selection (1859) dengan teori evolusinya, ia menolak teori yang telah lama dipercayai Gereja yaitu teori cratio ex nihilo.[14] Dengan teorinya tersebut, Darwin mencoba memisahkan interfensi Tuhan dalam penciptaan alam dan kehidupan mahluk hidup di dunia ini. Atheisme berpuncak pada deklarasi kematian Tuhan pada tahun 1882 oleh Friedrich Nietzsche (1844-1900 M) melalui bukunya The Gay Science.[15]
Kedua faham inilah yang merasuki masyarakat Eropa dari mulai akhir abad ke 17 masehi sampai sekarang, sebagai konsekwensi sekaligus rival atas kebobrokan otoritas gereja yang selama beratus-ratus tahun bangsa Eropa merasa di bodohi dan di kekang olehnya. Sehingga mereka menamakan jaman sebelum revolusi dan reformasi sebagai The Dark Age dan menamakan jaman setelahnya sebagai Renaissance.
Kita sebagai umat Islam mempunyai sejarah masa silam yang berbeda dengan Eropa, dimana kita mempunnyai kemajuan baik dibidang moral dan ilmu pengetahuan diamasa lalu. Islam memberikan ajaran yang bisa dipahami oleh akal manusia, dari mulai masalah ketuhanan sampai masalah kitab suci dan kenabian, tidak pernah ada pertentangan yang serius didalamnya. Lalu setelah peradaban kita terpuruk pada abad ke 18 M, haruskah kita menyalahkan dan mengkritik ajaran Agama Islam di masa lalu (Turats) yang sudah terbukti berjaya beratus-ratus tahun?, haruskah kita ikut-ikutan mengkritik -sebagaimana orang Eropa terhadap agama kristen- ajaran agama kita dari mulai masalah ketuhanan, kitab suci, kenabian, hadits nabi dan lain sebagainya, padahal masalah-masalah tersebut sudah diakui dan tidak ada perselesihan serius selama berabad-abad sebelum masa keterpurukan?, apakah keterpurukan peradaban kita sekarang disebabkan masa lalu kita atau disebabkan kesalahan kita dalam memahami Islam?, lalu haruskan kita mengadopsi seluruh peradaban barat sebagai upaya memajukan kembali peradaban kita? Ataukah kita kembalikan pemahaman kita sebagaimana yang difahami orang-orang Islam dimasa keemasan peradaban Islam?.
Liberalisme Sebagai Ideologi Baru
Liberalisme mempunyai makna yang berubah-ubah dari mulai kemunculannya sampai sekarang, disebabkan penggunaan kata ini yang berubah dari masa ke masa. Sehingga para ilmuan sekarang sangat sulit memberi batasan dan pengertian yang Jami`an mani`an. Namun ilmuan sepakat bahwa liberalisme berasal dari kata liberal yang berarti kebebasan. Kata ini pertama kali digunakan oleh suatu partai di Spanyol pada tahun 1810 masehi, sedangkan faham liberalisme pertama adalah liberalisme dalam politik yang di usung oleh John Lock (1704 M), dimana dia membentuk ideology baru yang memberikan kebebasan masyarakat dari kekangan pemerintahan gereja pada masa itu. Disusul Adam Smith (1790 M) mengusung liberalisme dalam Ekonomi, yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menjalankan perekonomiannya tanpa intervensi dari pemerintah gereja.[16]
John Stuart Mal (1806-1873 M) dalam bukunya On Liberty ( buku ini menjadi sandaran kaum liberalis muslim seperti Toha Husain, Husain Haikal dan lain-lain), memberi pengertian yang lebih luas tentang liberalisme, berbeda dengan filsafat Lock dan Smith yang terbatas hanya dalam masalah politik dan ekonomi. Dia mengatakan bahwa “buku ini tidak membahsa masalah kebebasan kemauan (huriyyah iradah) seperti yang di jelasankan filusuf terdahulu, akan tetapi buku ini membahas kebebasan komunitas suatu Negara.” Dia memberi pengertian kebebasan dengan apa yang menjadi masalah individu maka itu hak individu dan apa yang menjadi masalah masyarakat maka itu hak masyarakat. Selanjutnya dia mengomentari masalah agama, bahwa komunitas beragama tidak termasuk liberal sebab mereka dikekang oleh oleh kesewenangan agama itu sendiri. Dia mengkritik kepada seluruh agama dan kepada masyarakat yang fundamental dalam menjalan ajarannya. Dia juga mengkritik atas pelarangan penjualan munuman keras dan haramnya daging babi oleh agama Islam.[17]
Liberalisme yang pada awalnya sebuah kesadaran akan diri manusia yang mempunyai kebebasan untuk memilih dan kesadaran akan kepemilikian akan dirinya dan akal pikirannya, menjadi suatu world view dan ideology baru yang mengkritik atas kekangan gereja dari masalah pemerintahan dan ekonomi sampai masalah keberagamaan. Dari faham ini, -yang menjadikan akal sebagai Tuhan mereka- telah melahirkan beberapa faham baru dalam alam Barat baru, setelah keruntuhan otoritas gereja. Seperti: Sekulerisme, Demokratisme, Humanisme, Komunisme, Darwinisme, Sosialisme, Kapitalisme dan lain sebagainya.
Produk ini tidak saja mempengaruhi world view bangsa Barat,- yang sebelumnya memegang teguh ajaran Kristen- akan tetapi telah mempengaruhi agama-agama yang lain. Karena agama-agama lain memandang keberhasilan perdaban yang diciptakan mereka. Agama Yahudi, yang sejak tahun 1492, 80000 bangsa Yahudi harus menerima pengusiran dari Negara Spanyol atas penguasa Ferdinand dan Isabella, menjadikan mereka sebagai bangsa pengungsi sekaligus menjadi bangsa yang terpuruk. Walaupun mereka merupakan bangsa yang taat terhadap agamanya, namun banyak diantara mereka yang terpengaruhi arus Liberalisasi Barat. Spinoza merupakan salah satu tokoh sekuler Yahudi sekaligus dia merupakan tokoh penting pengusung Demokratisme.[18]
Abad 13 M merupakan akhir dari pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, setelah itu kekacauan demi kekacauan terjadi dalam Islam, antara lain penjajahan bangsa Mongolia terhadap Islam pada tahun 1218-1268 dan meletusnya perang salib Konstatinopel Bizantium pada tahun 1204. Disusul Imprelialisme Perancis atas Timur tengah pada tanggal 19 Mei 1798 yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte dengan membawa 38.000 perajurit dan 400 kapal. Napoleon mendaratkan 4300 perajurit di Alexandria untuk merebut kota tersebut. Napoleon membangun kerajaan di Mesir kemudian ia membawa kaum intelektual dan bersamanya sebuah perpustakaan yang penuh dengan literature Eropa modern, Sebuah laboratrium ilmiah dan sebuah mesin cetak berhuruf Arab.[19] Kaum muslimin harus rela kehilangan kesejahtraan dalam hidupnya dan kehilangan berbagai cabang keilmuan akibat penjajahan yang menyedihkan. Sehingga mereka tidak bisa mengenbangkan kembali Ilmu Pengtahuan yang diwariskan para leluhurnya.
Penjajahan terhadap Negara-negara Islam oleh kolonialis Barat, merupakan dampak dari teori-teori yang di buat oleh kaum liberalis. Mereka bukan saja menjajah untuk mengeruk sumber daya alam yang ada, akan tetapi mereka juga memaksakan ajaran-ajaran liberalnya diterapkan dinegara-negara jajahannya. Lord Cromer merupakan tokoh tipikal kolonialis, dia menganggap masyarakat Mesir merupakan masyarakat bodoh sehingga perlu dikolonialisasi demi kepentingan mereka. Dia juga mengubah pengadilan syariat dengan pengadilan sipil.[20] Di Indonesia kita mengenal Snouck Hurgronje sebagai oreintalis Belanda, dia melemahkan Islam, dalam bidang politik, pemerintah kolonial harus mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan-Islam.
Masuknya paham liberal dalam Islam bukan saja melalui penjajahan saja. Orang-orang Islam sendiri merasa perlu mempelajari peradaban Barat sebagai bangsa yang memegang peradaban dunia sekarang. Muhammad Ali Pasha pada tahun 1826 mengirimkan Rifaat at-Thathawi- sebagai pengagum Ali Pasha sekaligus putra Mesir pertama- untuk belajar ke Paris. Di Prancis dia belajar bahasa Prancis, sejarah klasik, mitologi Yunani, geografi, aritmetik dan logika. Rifaat sangat mengagumi kota Paris sebagai kota yang teratur, masyarakat berpendidikan tinggi, suka bekerja keras dan membenci kemalasan. Sepulang dari Paris dia bekerja di biro penerjemah yang baru di bentuk, yang bertujuan supaya karya-karya barat bisa di baca oleh masyarakat Mesir pada waktu itu. Rifaat menginginkan Mesir mencontoh barat dan membuka kejumudan mereka. Orang Islam yang belajar ke Barat-yang kemudian pemikirannya menjadi Liberal- bukan saja datang dari Mesir, dari Afrika Selatan kita kenal Farid Esack (1959 M), Fazlur Rahman (1919 M) dari Pakistan, Thaha Husein (1889-1973) dari Mesir, Frithjof Schuon (1907 M ) dari Swiss, Nurchalis Majid dari Indonesia dan lain-lain.
Fundamentalisme Sebagai Rival Atas Liberalisme
Dunia akhir-akhir ini bayak dibanjiri kata-kata baru, terutama kata-kata yang mencoba menyudutkan Islam, seperti Terorisme, Fundamentalisme, Radikal, Militan, dan lain sebagainya. Supaya kita tidak terjebak dengan kata-kata itu, lebih baik kita telurusuri makna asli dari kata tersebut.
Fundamentalisme secara Terminologi berasal dari kata Fundamental yang mempunyai makna basic and important ( mendasar dan penting) seperti pada kalimat There is a fundamental difference between your opinion and mine.[21]Dan Ism yang berarti faham. Kata ini pada mulanya, muncul ketika agama Kristen banyak dikritik oleh kaum liberalis, kemudian banyak muncul kaum Kristen fundamental yang mengadakan perlawanan atas ajaran mereka. Pada sebuah rapat Nothern Baptist Convention tahun 1920, Curtis Lee Laws mendefinisikan “Fundamentalis” sebagai seorang yang siap untuk merebut kembali wilayah yang jatuh ke Antikristus dan melakukan pertempuran agung untuk membela dasar-dasar agama.[22] Bulan Agustus 1917, William Bell Riley berunding dengan A.C. Dixon (1854-1925 M) salah seorang editor buku The Fundamentals, dan revivalis Reuben Torrey (1856-1928 M), memutuskan untuk membuat World Christian Fundamentals Association (WCFA) yang bertujuan untuk menyebarluaskan intrerpretasi injil. Kemudian pada tahun 1920, William Jennings Bryan (1860-1952 M), seorang politisi dari kubu Democrat yang juga seorang Presbiterian[23], dia melancarkan kampanye menentang diajarkannya teori evolusi disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Menurut pandangannya, bahwa darwinismelah yang bertanggung jawab terhadap kekejaman Perang Dunia I.[24]
Dalam bahasa Arab kata Fundamentalisme diartikan Ushuliyyah yang berasal dari kata Ushul dan mempunyai arti tidak jauh berbeda dengan kata Inggrisnya, yaitu dasar, pokok, pondasi seperti dalam ushul fikh, kita mengenal pengertian Ushul sebagai ma bunia alaihi ghairuhu. Islam mempunyai ushul sebagai landasan ajarannya, seperti Al-Qur`an, as-Sunnah, ilmu Tafsir dan Ushul-nya, Ilmu hadits dan Ushul-nya, Fikih dan Ushul Fikh-nya.[25]Jadi Ushuliyyah adalah orang-orang yang memegang teguh pokok-pokok ajaran suatu agama.
Sehingga penulis berkesimpulan bahwa kata Fundamentalisme ataupun Ushuliyyah tidak mempunyai konotasi negative dan penulis tidak setuju jika orang-orang yang menjalankan agama Islam secara berlebihan- seperti mengadakan pembunuhan atas nama agama, jumud, gerakan takfir,- dinamakan fundamentalisme atau Ushuliyyah, karena mereka bertentangan dengan ushul Islam. Kalaulah mereka mau dikatakan sebagai fundamentalis hanya karena mempunyai rujukan dalil, orang liberalis-pun menggunakan dalil al-Qur`an dan as-Sunnah dalam menguatkan fahamnya. Bagi penulis kata Ushuliyyah lebih tepat ditempatkan bagi orang-orang yang benar-benar memegang teguh ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur`an, Sunnah, atsar sahabat dan mashadir Islam lainnya.
Modernisme Islam Sebagai Konsekwensi Logis Atas Keterbelakangan Peradaban Islam
Sebagaimana telah disebutkan di mukaddimah, bahwa ketika suatu perdaban terpuruk maka dengan secara otomatis akan meniru perdaban yang lebih unggul. Jepang, setelah pengeboman Nagasaki dan Hirosima mereka mengadopsi kemajuan barat dalam teknologi dan pendidikan, sehingga hanya dengan waktu kurang dari 50 tahun, Negara mereka sudah bisa bersaing dengan barat. Malah sekarang mereka tidak membutuhkan lagi bahasa Inggris sebagai bahasa International untuk mempelajari kemajuan barat dalam ilmu pengetahuan dikarenakan mereka sudah mempunyai segalanya tentang Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Islam lebih awal daripada Jepang dalam keterpengaruahnnya oleh kemajuan barat, terbukti Muhammad Ali Pasha pada tahun 1826 mengirimkan Rifaat at-Thathawi, pengagum Ali Pasha sekaligus putra Mesir pertama, untuk belajar ke Paris. Di Prancis dia belajar bahasa Prancis, sejarah klasik, mitologi Yunani, geografi, aritmetik dan logika. Rifaat sangat mengagumi kota Paris sebagai kota yang teratur, masyarakat berpendidikan tinggi, suka bekerja keras dan membenci kemalasan. Sepulang dari Paris dia bekerja di biro penerjemah yang baru di bentuk, yang bertujuan supaya karya-karya barat bisa di baca oleh masyarakat Mesir pada waktu itu. Rifaat menginginkan Mesir mencontoh barat dan membuka kejumudan mereka. Modernisasi Islam juga di Usung oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897 M), pada tahun 1871 al-Afghani datang ke Mesir membawa misi yang mirip dengan Rifaat, namun dia tidak tunduk terhadap barat, malah banyak juga gagasan Rifaat yang ia tolak, dia menginginkan reformasi dalam Islam bukan revolusi ala barat.[26]Ide modernisasi ini di sambut baik oleh Muhammad Abduh (1849-1905 M) sebagai sohib dekat al-Afgani, dan Rasyid Ridha (1865-1935 M) selaku pengagum berat al-Afgani, mereka mempunyai misi-misi reformasi diantaranya, pertama, mengembalikan faham umat Islam kepada salaf ash-shalih sebelum terjadi ikhtilaf, Kedua, Mengusung faham Washatiyyah[27] sebagai faham kebangkitan Islam, antara menolak jumud (taklid) kepada salaf dan taklid terhadap westrnisasi dengan tetap mempelajari ilmu pengetahuan dari mereka, Ketiga, Mengusung kebebasan berpikir, Keempat, Membersihkan akidah dari khurafat, bida`ah dan ke-musyrik-an, kelima, menjaga keagungan syariat Islam dan bahasa Arab beserta ilmu-ilmu ushul-nya, keenam, memberikan penjelasan kepada umat Islam, tentang perbedaan ajaran Islam dengan adat istiadat bangsa Arab, ketujuh, menjaga kesatuan umat Islam, kedelapan, Menyebarluaskan faham ihya ad-Din dan Tajdil al-Islami keseluruh dunia Islam. Kesembilan, mengadakan perbaikan dalam masalah politik dan ekonomi. [28]
Walaupun al-Afgani dan Abduh mempunyai manhaj yang berbeda dengan para modernis lainya, namun pemikiran mereka tidak terlepas dari pengalaman mereka dalam perjalanannya ke Barat. Di Barat mereka banyak bertemu dengan tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh bersahabat dekat dengan Comte, Tolsoy dan Herbert Spencer.[29] Begitu juga al-Afgani banyak berdebat dengan tokoh pilologi, Ernest Renan (1823-1892 M), dimana Renan banyak mengkritik Islam sebagai agama yang terbelakang dan bahsa arab sebagai bahasa yang miskin dan tak akan mampu beradaptasi dengan jaman modern.[30] Sehingga mereka kadang menyalahi misi mereka mengembalikan pemahaman Islam kepada salaf ash-Shalih sebelum terjadi Ikhtilaf. Terbukti mereka mempunyai faham berbeda dengan salaf ash-Shalih, diantaranya, Pertama, Tidak mempercayai hal-hal yang bersifat mistik (Ghaib) yang bertentangan dengan akal sehat, seperti, menafsirkan Jin dengan Bakteri, dan kurang mempercayai tentang mukzijat. Rashid Ridha pernah mengatakan “kalaulah bukan al-qur`an yang menceritakan tanda-tanda kekuasaan yang dipergunakan untuk memperkuat kenabian Isa dan Musa, tentu akan lebih banyak orang barat yang menrima kebenaran dan petunjuk dikarenakan kebebasan berpikir mereka. Karena kebenaran itu betul-betul dibangun atas logika dan epistemologi yang sesuai dengan fitrah manusia.” Kedua, menolak hadits non aplikatif dan hanya menerima hadis fi`liyah (aflikatif), Ketiga menolak hadis Ahad seperti tentang turunnya nabi Isa dan lain-lain, Keempat, meragukan dalam penulisan hadis di masa nabi dan sahabat, meragukan kredibelitas Sahabat, dan mempunyai anggapan bahwa terdapat beberapa hadits Dhaif dalam shahih bukhari dan Muslim.[31]
Sehingga penulis mempunyai kesimpulan bahwa misi modernisme yang dibawa mereka merupakan hasil gesekan pemikiran mereka dengan tokoh-tokoh renaissance Eropa terutama kaum Deisme[32].
Penutup
Islam merupakan agama penyempurna dari ajaran-ajaran ketauhidan yang di bawa para Nabi sebelumnya sekaligus rival atas kebudayaan Jahiliyyah Arab pada masa tersebut. Sehingga Islam yang diturunkan melalui Rasulullah Saw. merupakan agama terakhir yang sempurna untuk menjadi world view bagi seluruh umat manusia.
Islam dengan Kesempurnaan ajarannnya, telah membawa manusia mempunyai keteraturan dalam hidupnya . Dan kesemuanya ini telah dibuktikan selama berabad-abad. Sehingga kita tidak perlu mengkritiknya kembali, seperti kritikannnya para resainessancer Barat terhadap agama Kristen. Adapun keterbelakangan umat Islam di masa sekarang terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi bukan disebabkan ajaran Islam itu sendiri, akan tetapi dikarenakan umatnya tidak mengamalkan ajarannya secara komprehensif. Terbukti Islam di abad ke-8 sampai abad ke-12 masehi, mempunyai segudang ilmuan yang jago dalam Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Mereka tidak mengkritik dulu ajaran Islam untuk mencapai itu semua karena Islam tidak pernah melarang umatnya untuk sukses di dunia, malah Islam menganjurkan kepada umat Islam untuk menuntut Ilmu dari mulai dilahirkan sampai akhir hayat tiba.
Penulis mengajak kepada seluruh umat Islam diseluruh penjuru untuk mengamalkan ajaran Islam secara kaffah, Jangan silau dengan kemajuan barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi karena kita sudah lebih dulu menggapainya. Perlu diketahui, walaupun Barat maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi mereka terbelakang dalam masalah moral. Tinggalkan kemalasan dan kejorokan yang sudah mendarah daging selama ini. Kita mencontoh para Ilmuan kita yang gigih dalam mencari ilmu sehingga kita mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat.
Wallahu a`lam bi ash-shawab.

* Pernah di diskusikan dalam sidang Dewan Buhuts al-Islamy pada hari Minggu Tanggal 11 dan 18 September 2005
** Ketua LBI ( Lembaga Buhuts Islamiyyah ) Pwk PP Persis Mesir
[1] M.M Sharif, M.A, A History of Muslim Philosophy, Ahlu Bayt Digital Islamic Liblary Project Pakistan.
[2] Dr. Sharif Kaf Al-Ghazal, The Influence of Islamic Philosophy and Ethics on The Development of Medicine During The Islamic Renaissance, Islam online. net tanggal 9 januari 2005.
3. Sunaryo, Transmisi Kebudayaan Yunani Dalam Peradaban Islam, Jurnal Pemikiran Islam Vol.1, No.3, September 2003, International Institute of Islamic Thought Indonesia.
4. Dr. Umar A.M. Kasule, Revolusi Ilmu Pengetahuan: Kenapa Terjadi di Eropa Bukan di Dunia Islam, Jurnal Islamia Thn. I no. 3 September-November 2005, 81.
5. Peripatetik yang dalam bahasaArab dikenal dengan nama al-Masyai’yyah berarti orang yang berjalan, diambil dari kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan dalam mengajar.
6. Sunaryo, op cit.
[7] Karen Armstrong, Berperang demi Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen dan Yahudi, Penerbit Mizan, cetakan III Oktober 2002 M, hal 92-93.
[8] Adian Husaini, Refleksi Peran Agama di Indonesia, Hidayatullah.com pada hari Ahad, 03 Oktober 2003.
[9] DR. Safar bin Abdurrahman Al-Hawali, Al-Ilmaniyyah; Nasyatuha wa tathowuruha wa atsaruha fi hayati al-Islami al-Mu`ashirah. Hal. 57-59, tanpa tahun dan penerbit.
[10] Karen Armstrong. Op cit. 106
[11] Karen Armstrong, Sejarah Tuhan; Kisah Pencarian Tuhan Yang di Lakukan Oleh Orang-Orang Yahudi, Kristen Dan Islam Selam 4000 Tahun, Penerbit Mizan, Cetakan VII 2004, hal.397
[12] Menurut Edward Pococke, Profesor bahasa arab pertama di Universitas Oxford, menyatakan kepada Newton bahawa kata Latin “Deus” berasala dari bahasa arab “du” yang berarti Tuhan. Lihat Karen Amstrong, Ibid. 395
[13] Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan, op cit. 145
[14] Ibid, 146
[15] Ibid, 149
[16] Abdu ar-Rahim bin Somail as-Silmy, al-Libraliyah;Nasy`atuha Wa Majalatuha, Tanpa penerbit dan tahun.
[17] Ibid.
[18] Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan; Fundamentalisme Dalam Islam, Kristen dan Yahudi, Penerbit Mizan Bandung, cet.III,2002, hal. 3-36.
[19] Ibid. hal. 92-93.
[20] Ibid. hal. 251-252
[21] Miranda Steel, Oxford Wordpower; dictionary for learners of English, Oxford University Press, 2002, hal. 278
[22] Karen Armstrong, Op.cit, hal. 273
[23] Presbiterian adalah sebuah gerakan Calvinisme yang didirikan di Scotlandia. Gerakan ini berkomitmen melakukan reformasi kepercayaan berlandaskan al-kitab.
[24] Ibid,hal. 274-275
[25] Dr. Yusuf Qaradhawi, Mustaqbal al-Ushuliyyah al-Islamiyyah, Maktabah Wahbah, 1998, hal.12
[26] Ibid, 243
[27] Faham Washathiyyah diambil berdasarkan dalil al-Quran Surat Al-Baqarah: 143. Ulama tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan kata ummatan washathan dalam ayat tersebut, Ibn Katsir memberi pengertian, bahwa Umat Islam merupakan umat yang paling mulia dibandingkan umat sebelumnya sehingga mereka bisa memberi persaksian di akhirat terhadap para nabi sebelum nabi Muhammad Saw., sedangkan Prof. Dr. Wahbah Zuhaily besrta pengusung faham Washathiyyah, memberi pengertian, bahwa umat Islam selalu mengambil pertengahan dalam menghadapi berbagai masalah, yakni, tidak ifrath wa tafrith, antara dunia dan akhirat ( Lihat Prof. Dr. Wahbah Zuhaily, Tafsir al-Munir,Dar al-Fikr Beirut, Cetakan II 2003, Jilid I, 369. al-Hafidz Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-`Adzim, Dar al-Hadits Kairo 2003,Jilid I, 239. Muhammad Imarah, Azmah al-Fikriyyah al-Mu`asirirah, Dar al-Fikr, Beirut )
[28] Muhammad Imarah, al-Masyru` al-Hadhari al-Islami, cetakan I, Dar as-Salam Kairo 2004,16-18
[29] Karen Armstrong, sejarah tuhan, op cit. 447
[30] Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan, op cit. 248
[31] Lihat Muhammad Hamid an-Nashir, Modernisasi Islam; Membedah Pemikiran Jamaluddin al-Afghani hingga Islam Liberal, Darul Haq Jakarta, 2004, 31-76.
[32] Lihat kesamaan antara pemikran Deisme dan pemikran mereka